Senin, 15 Juni 2015

SUKU DAYAK MA’ANYAN



MAKALAH PENGANTAR ILMU BUDAYA
SISTEM KEKERABATAN, SISTEM PERNIKAHAN DAN SISTEM ORGANISASI SOSIAL MASYARAKAT
SUKU DAYAK MA’ANYAN

TUGAS PIB
Diajukan sebagai salah satu tugas individu
Mata Kuliah Pengantar Ilmu Budaya

Disusun oleh :
Aisyah Intan Ramadhani (2303414040)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ASING
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2014/2015

BAB 1
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Kata Dayak berasal dari kata “Daya” artinya hulu, untuk menyebutkan masyarakat yang tinggal di pedalaman atau perhuluan. Suku Dayak, sebagaimana suku bangsa lainnya, memiliki kebudayaan atau adat-istiadat tersendiri yang hidup di dalam masyarakat Dayak sebagai unsur terpenting, akar identitas bagi manusia Dayak. Suku bangsa Dayak terdiri atas beberapa sub-sukubangsa, salah satu sub-sukubangsa Suku Dayak adalah Suku Dayak Maanyan yang berasal dari Asia Selatan dan termasuk Proto Melayu. Secara keseluruhan, kebudayaan masyarakat ini sama dengan kebudayaan Suku Dayak, tetapi ada beberapa adat istiadat yang sedikit berbeda dengan Suku Dayak.

B.  Rumusan Masalah
1.    Mengenal suku Dayak Maanyan di Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah beserta budayanya sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa.
2.    Mengenal bagaimana sistem kekerabatan masyarakat suku Dayak Maanyan.
3.    Mengenal bagaimana sistem pernikahan masyarakat suku Dayak Maanyan.
4.    Mengetahui bagaimana sistem organisasi sosial suku Dayak Maanyan.

C.  Tujuan
Sebagai  bahan untuk mengetahui ragam adat istiadat yang ada di suku Dayak Maanyan
Sebagai bahan untuk memperkuat apresiasi budaya bangsa.
Sebagai bahan untuk studi lanjutan, sehingga memperkaya budaya bangsa.


BAB 2
ISI

SUKU DAYAK MAANYAN
Suku Dayak Maanyan (olon Maanjan/meanjan) atau Suku Dayak Barito Timur merupakan salah satu dari bagian sub suku Dayak dan juga merupakan salah satu dari suku-suku Dusun (Kelompok Barito bagian Timur) sehingga disebut juga Dusun Maanyan. Suku-suku Dusun termasuk golongan rumpun Ot Danum (Menurut J.Mallinckrodt 1927) walaupun dikemudian hari teori tersebut dipatahkan oleh A.B Hudson 1967 yang berpendapat bahwa orang Maanyan adalah cabang dari "Barito Family". Mereka disebut rumpun suku Dayak sehingga disebut juga Dayak Maanyan. Suku Dayak Maanyan mendiami bagian timur provinsi Kalimantan Tengah, terutama di Kabupaten Barito Timur dan sebagian Kabupaten Barito Selatan yang disebut Maanyan I. Suku Dayak Maanyan juga mendiami bagian utara provinsi Kalimantan Selatan, tepatnya di Kabupaten Tabalong yang disebut Dayak Warukin. Dayak Balangan (Dusun Balangan) yang terdapat di Kabupaten Balangan dan Dayak Samihim yang terdapat di Kabupaten Kotabaru juga digolongkan ke dalam suku Dayak Maanyan. Suku Maanyan di Kalimantan Selatan dikelompokkan sebagai Maanyan II.
Suku Maanyan secara administrasi baru muncul dalam sensus tahun 2000 dan merupakan 2,80% dari penduduk Kalimantan Tengah, sebelumnya suku Maanyan tergabung ke dalam suku Dayak pada sensus 1930. Menurut orang Maanyan, sebelum menempati kawasan tempat tinggalnya yang sekarang, mereka berasal dari hilir (Kalimantan Selatan). Walaupun sekarang wilayah Barito Timur tidak termasuk dalam wilayah Kalimantan Selatan, tetapi wilayah ini dahulu termasuk dalam wilayah terakhir Kesultanan Banjar sebelum digabung ke dalam Hindia Belanda tahun 1860, yaitu wilayah Kesultanan Banjar yang telah menyusut dan tidak memiliki akses ke laut, sebab dikelilingi daerah-daerah Hindia Belanda. Menurut situs "Joshua Project" suku Maanyan berjumlah 71.000 jiwa.
Menurut sastra lisan suku Maanyan, setelah mendapat serangan Marajampahit (Majapahit) kepada Kerajaan Nan Sarunai, suku ini terpencar-pencar menjadi beberapa sub-etnis. Suku ini terbagi menjadi beberapa subetnis, di antaranya:
a)    Maanyan Paku
b)   Maanyan Paju Epat/Maanyan Siong (kode: mhy-sih[2])
c)    Maanyan Dayu Lasi Muda
d)   Maanyan Paju Sapuluh/Kampung Sapuluh (ada pengaruh Banjar)
e)    Maanyan Banua Lima/Paju Dime (ada pengaruh Banjar)
f)    Maanyan Warukin (ada pengaruh Banjar)
g)   Maanyan Jangkung (sudah punah, ada pengaruh Banjar)

A.   SISTEM KEKERABATAN SUKU DAYAK MAANYAN
Bilateral/ambilineal, yaitu menarik garis keturunan dari pihak ayah dan ibu. Sehingga sistem pewarisan tidak membedakan anak laki-laki dan anak perempuan.
Bentuk Kehidupan Keluarga :
1.    Keluarga batih (nuclear family), wali/asbah (mewakili keluarga dalam kegiatan sosial dan politik di lingkungan dan di luar keluarga) adalah anak laki-laki tertua,
2.    Keluarga luas (extended family), wali/asbah adalah saudara laki-laki ibu dan saudara laki-laki ayah.
Peran wali/asbah, misalnya dalam hal pernikahan, orang yang paling sibuk mengurus masalah pernikahan sejak awal sampai akhir acara. Oleh karena itu, semua permasalahan dan keputusan keluarga harus dikonsultasikan dengan wali/asbah. Penunjukan wali/asbah berdasarkan kesepakatan keluarga.
Perkawinan Yang Boleh Dilakukan Dalam Keluarga Paling Dekat :
1.    Antara saudara sepupu dua kali. Perkawinan antara gadis dan bujang bersaudara sepupu derajat kedua (hajenan), yaitu sepupu dan kakek yang bersaudara.
2.    Sistem endogami (perkawinan yang ideal), yaitu perkawinan dengan sesama suku dan masih ada hubungan keluarga.

Perkawinan Yang Dilarang :
1.    Incest / Salahoroi, anak dengan orangtua
2.    Patri parallel – cousin, perkawinan antara dua sepupu yang ayah-ayahnya bersaudara sekandung
3.    Perkawinan antara generasi-generasi yang berbeda (contoh : tante + ponakan)
Pola Kehidupan Setelah Menikah :
1.    Pola matrilokal, suami mengikuti pihak keluarga istri
2.    Pola neolokal, terpisah dari keluarga kedua belah pihak. Ketika Huma Betang (longhouse) masih dipertahankan, keluarga baru harus menambah bilik pada sisi kanan atau sisi kiri huma betang sebagai tempat tinggal mereka.
Sistem pertalian darah suku Dayak Maanyan menggunakan sistem bilineal/parental (ayah dan ibu). Dalam mengurai hubungan kekerabatan, seorang anak dapat mengikuti jalur ayah maupun ibu. Hubungan kekerabatan terputus pada sepupu delapan kali. Hubungan kekerabatan ini penting karena hubungan ini menjadi tinjauan terutama pada perkara perkawinan. Mungkin hal ini dimaksudkan agar tidak merusak keturunan.

B.   PERKAWINAN MENURUT ADAT DAYAK MAANYAN.
v PERKAWINAN SECARA UMUM
a)    Pengertian Perkawinan
Perkawinan menurut pandangan orang Dayak Maanyan adalah sesuatu yang luhur dan suci dan merupakan lembaga seksualitas dalam masyarakat tertentu. Perkawinan adat di kalangan masyarakat adat Dayak Maanyan telah berlangsung sejak dahulu kala, bahkan hingga saat ini dan diyakini berlangsung ke masa depan. Walaupun masyarakat Dayak telah terbagi menganut agama berbeda : Islam, Kristen, katolik dan Kaharingan.
Masalah perkawinan, orang Maanyan memandang perkawinan itu luhur dan suci, karenanya diusahakan semeriah mungkin, memenuhi segala ketentuan adat yang berlaku. Dibebani dengan persyaratan yang harus diindahkan. Pada dasarnya Suku Dayak Maanyan tidak menyukai Poligami. Diusahakan pasangan yang seimbang, tidak sumbang. Perkawinan yang terbaik jika melalui kesepakatan antara kedua orang tua. Kebanyakan perkawinan masa lalu diusahakan oleh orang tua. Kini kebebasan memilih sudah tidak menjadi soal lagi. Dahulu yang menjadi ukuran orang tua, turunan, perilaku, rajin, dan terampil bekerja dirumah atau di ladang. Untuk wanita harus pandai memasak, menganyam dan kerajinan lain didalam rumah tangga. Sekarang sesuai dengan kebebasan mereka, serta sejauh rasa tanggung jawab masing-masing.
Tahap pertama keinginan kedua belah pihak disetujui oleh orang tua masing-masing, kemudian bisik kurik, pertunangan atau peminangan, menentukan waktu terbaik dan biayanya. Sedangkan biaya pada waktu ini ditetapkan ditanggung bersama, tidak seperti dahulu sangat ditentukan oleh pihak wanita. Pesta perkawinan yang agak besar disebut "Nyumuh Wurung Jue" yakni meriah dan bergengsi. Bila perkawinan ini sumbang harus disediakan Hukum Adat "Panyameh Tutur" supaya bisa diselesaikan. Hampir semua orang pasti menghendaki cara perkawinan yang terbaik yakni melalui "Tunti-Tarutuh" atau jalan meminang si gadis. Cara-cara lain yang kurang terhormat yaitu melalui "Ijari" cara "Mudi" dan cara yang tidak terpuji melalui "Sihala", "Mangkau" dan cara kawin "Lari".
b)   Tujuan perkawinan menurut Adat :
·      Perkawinan secara adat bertujuan untuk mengatur hidup dan perilaku hidup bahadat.
·      Mengatur hubungan manusia berlainan jenis kelamin guna terpeliharanya ketertiban masyarakat agar melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan tidak tercela.
·      Menata kehidupan berumah tangga yang baik sejak dini, tertata dengan baik dan santun, beradab dan bermartabat.
·      Menjamin kelangsungan hidup suatu suku /punk dan medapatkan keturunan yang sehat jasmani dan rohani serta menata garis keturunan yang teratur.
·       Menetapkan status sosial dalam masyarakat.
·      Menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang tedadi dalam pergaulan muda-mudi supaya terhindar dari cela ataupun kutuk yang berdampak luas.
·      Menyelesaikan permasalahan yang berdampak pada komplik internal, eksternal dan antar suku.
c)    Persyaratan Perkawinan Menurut Adat :
Ø Telah berusia 16 tahun ke atas untuk laki-laki
Ø Sesudah haid pertama bagi perempuan
Ø Sehat jasmani dan rohani
Ø Tidak sedang dipinang oleh orang lain
Ø Bersedia memenuhi persyaratan hukum adat
Ø Bersedia menerima sanksi adat.
v ADAT PERKAWINAN
Perkawinan yang diatur menurut hukum adat ditata secara bijaksana sebagai jaminan bagi masyarakat untuk menghindari semua jenis pelanggaran hukum adat. Berkaitan dengan perkawinan,  para remaja Dayak Manyaan umumnya memilih sendiri pasangan hidup mereka. Setelah saling jatuh cinta dan yakin bahwa pilihannya tidak keliru jalan yang ditempuh menuju jenjang perkawinan dapat berupa:
1.    Ijari
Pasangan calon pengantin mengunjungi tokoh masyarakat / pengurus agama lalu menyerahkan pernyataan tertulis disertai barang bukti yang menguatkan pernyataan. Biasanya disusul dengan musyawarah antar ahli waris kedua belah pihak untuk perencanaan kapan dan bagaimana perkawinan anak-anak mereka dilaksanakan. Pertemuan tersebut menghasilkan surat pertunangan yang kelak akan digunakan sebagai bukti resmi saat perkawinan dilaksanakan.
2.    Peminangan
Acara peminangan biasanya didahului oleh kesepakatan kecil antara ahli waris kedua remaja saling jatuh cinta. Dalam acara peminangan dibuat surat pertunangan yang mencantumkan hasil kesepakatan antara kedua belah pihak termasuk mencatat pula semua barang bukti peminangan dan tata cara / hukum adat perkawinan.
Selain itu ada Macam-macam Tata Cara Perkawinan Adat yang lainnya yaitu sebagai berikut:
1.    Singkup Paurung Hang Dapur
Tata cara ini merupakan tata cara yang paling sederhana dalam hukum perkawinan Dayak Manyaan. Perkawinan resmi ini hanya dihadiri oleh beberapa orang mantir (Tokoh Adat)dan Ahli Waris kedua pengantin.
Dalam tata cara ini ada hukum adat yang mengatur berupa:


-Keagungan Mantir
-Kabanaran
-Pamania Pamakaian
-Tutup Huban (kalau ada)
-Kalakar, Taliwakas
-Turus Tajak
-Pilah Saki tetap dilaksanakan.

2.    Adu Bakal
Upacara Adu Bakal dianggap perlu agar kedua pengantin dapat hidup sah bersama untuk mempersiapkan perkawinan lanjutan. Adu Bakal berlaku 100 hari, apabila perkawinan lanjutan tertunda melebihi masa 100 hari perkawinan adu bakal, maka pengantin akan dikenakan denda saat perkawinan lanjutan dilaksanakan berupa “Hukum Sapuhirang”.
3.    Adu Jari (adu biasa)
Pada perkawinan resmi ini, pengantin diapit oleh rekan masing-masing mempelai. Perempuan mendampingi pengantin perempuan dan laki-laki mendampingi pengantin laki-laki. Setelah upacara perkawinan ada ketentuan yang disebut “pangasianan” asal kata “Kasianan” yang artinya mertua. Acara “Pangasianan” adalah bertujuan untuk meningkatkan penyesuaian antara mertua dengan menantu dan lingkungan yang baru. Dalam perkawinan ini ada hukum “lanyung ume petan gantung”.
4.    Adu hante
Pada tata cara ini perkawinan diadakan secara meriah (baik keluarga mampu maupun kurang mampu) dengan acara wurung jue dan igunung pirak. Tata cara perkawinan ini disertai upacara belian 2 malam untuk memberi restu, mendoakan agar menjadi pasangan yang berhasil. Kedua pengantin biasanya disanding di atas gong yang dilapisi 9 susun kain dan diapit 9 orang pemuda/i.
Menurut kepercayaan orang Maanyan merupakan suatu keharusan apabila usianya sudah memenuhi persyaratan untuk membina sebuah rumah tangga. Dan jenis perkawinan yang ada adalah sebagai berikut :
1.    Adu Pamupuh, perkawinan yang dilakukan oleh orang tua dari kedua belah pihak yang merestui hubungan pasangan tersebut yang disaksikan oleh Mantir serta Pangulu, akan tetapi tidak diperbolehkan kumpul sebagai suami istri. Hal ini tidak lain dari pada pertunangan.
2.    Adu Ijari, perkawinan yang dilakukan oleh dua sejoli, yang melarikan diri serta minta dikawinkan kepada wali dari salah satu pihak dari calon mempelai, serta tidak kepada orang tua sendiri. Biasanya pasangan yang Ijari itu menyerahkan bukti berupa cincin, kalung dan sebagainya bahwa mereka ingin dikawinkan. Perkawinan Ijari berasal dari kata jadi atau lari. Dalam perkawinan ini terjadi ketidakcocokan diantara orang tua tapi kedua sejoli tersebut harus dikawinkan.
3.    Adu Pangu'l, Perkawinan yang direstui oleh kedua belah pihak dari pasangan kedua mempelai. Perkawinan ini dilakukan pada malam hari dengan disaksikan oleh Mantir Epat dan Pangulu Isa beserta dengan wali dari kedua belah pihak.
4.    Adu Gapit Matei Mano, Ayam yang dipotong ialah dari jenis jantan sebanyak dua ekor. Kedua mempelai duduk diatas 9 buah gong diapit oleh 4 wanita dan 3 pria. Biasanya mereka yang mengapit itu adalah saudara dekat dari kedua mempelai yaitu sepupu sekali. Perkawinan itu disyahkan dengan memercikkan darah ayam dengan daun bayam istambul dan daun kammat, kepada pakaian kedua mempelai. Turus Tajak, atau sumbangan dari para hadirin diberikan pada waktu itu kepada kedua mempelai. Disamping Turus Tajak ada jugahadirin yang memberikan sumbangan berikut melalui petuah akan kegunaan sumbangan tadi kepada kedua mempelai. Petuah yang diberikan itu maksudnya membina rumah tangga yang baik disebut Wawaling. Pada acara perkawinan ini tanpa diakan wadian.
5.    Adu Gapit Matei Iwek, Pada acara perkawinan ini sama dengan "Adu Gapit Matei Mano", tetapi binatang korban bukan lagi ayam jantan, melainkan diganti dengan babi atau iwek.
6.    Adu Gapit Manru Matei Iwek, pada acara perkawinan ini, kedua mempelai sama duduk diatas 9 buah gong, diapit oleh 4 wanita dan 3 pria, ditambah dengan Wadian Bawo. Perkawinan ini adalah sebuah perkawinan yang tinggi nilainya, dalam susunan perkawinan di daerah Kerajaan Nansarunai. Perkawinan ini disertai oleh hukum adat yang harus dituruti oleh kedua mempelai.
Ketentuan hukum adat itu adalah :
1.    Hukum Kabanaran 12 rial.
2.    Hukum Pinangkahan, artinya ialah kedua mempelai harus membayar denda perkawinan bilamana wanita menikah lebih dahulu dari kakaknya.
3.    Hukum adat, harus memberikan hadiah kepada pihak kakak atau nenek mempelai wanita, bilamana yang bersangkutan masih mempunyai kakek atau nenek yang masih hidup.
4.    Pihak mempelai pria harus mengeluarkan pakaian lengkap kepada mempelai wanita.
Acara perkawinan ini dilengkapi dengan namuan gunung perak, yaitu sebagai pelengkap wadian bawo. Lama perkawinan ini adalah 2 hari, 2 malam. Pada acara perkawinan ini ada upacara yang dinamakan Nyamm'a Wurung Ju'e. Hal ini sebenarnya mencari kedua mempelai dari antara para hadirin untuk dipersandingkan diatas gong yang telah disediakan. Acara Nyamm'a Wurung Ju'e bila yang dicari mempelai wanita maka disebut "Mintan Wurung Ju'e", sedangkan untuk mencari mempelai pria disebut "Mulut Wurung Ju'e". Acara mencari kedua mempelai ini disaksikan oleh Mantir dan Pangulu, setelah kedua mempelai yang sebenarnya ditemukan oleh wadian mereka lalu disuruh duduk diatas gong yang diapit oleh 4 wanita dan 3 pria. Peristiwa itu disaksikan mantir dan pangulu serta para kaum kerabat dan hadirin yang hadir.

v SYARAT PEMENUHAN HUKUM ADAT DAYAK MAANYAN
Pada saat seseorang yang akan menikah dengan menggunakan Adat Dayak Maanyan, maka wajib hukumnya untuk melengkapi beberbagai persyaratan sebagai berikut:
1)   Pangukaan tajau tuak  3 real x 2 rupiah x 5 .   Rp. 30.000,- ( ½ ) dibayar pihak I & II. Ini adalah syarat tentang pembukaan tajau (sejenis priuk) tuak (minuman tradisional yg biasa terbuat dari fermentasi) dilambangkan secara simbolik.
2)   Keagungan Mantir    3 real x 2 rupiah x 5.    Rp. 30.000,- ( ½ ) dibayar pihak I & II Keagungan Mantir disini adalah penghargaan terhadap tetua adat atau kepala suku atau pemimpin adat yang dipercayakan oleh masyarakat setempat dilambangkan secara simbolik.
3)   Tajau tuak  galas sangker  3 Real x 2 rupiah x 5.    Rp. 30.000,- ( ½ ) dibayar pihak I & II. Persaratan berupa priuk tuak dan gelas kaca dilambangkan secara simbolik.
4)   Gula bulat niui bulat tipak pisis giling pinang 3 Real x 2 rupiah x 5. Persaratan berupa gula merah bulat, kelapa bulat, dan buah pinang yang sudah dihancurkan. Rp. 30.000,- ( ½ )  dibayar pihak I & II
5)   Sangku dite sangku lungkung sapak iwek 3 real x 2 rupiah x 5. Persyaratan berupa beras ketan dan beras lungkung dan potongan daging babi bagian kakinya dilambangkan secara simbolik. Rp. 30.000,- ( ½ ) dibayar pihak I & II
6)   Hukum Kebenaran  12 real  x 2 rupiah x 5.  Rp. 120.000,-  Pol dibayar pihak I
7)   Lanjung Ume Petan Gantung 3 real x 2 rupiah x 5.   Rp. 30.000,-  Pol dibayar pihak I. Persyaratan berupa lanjung(sejenis tas dari rotan  khas dayak kalimantan) dan sumpit secara simbolik.
8)   Eteh Kadiwai  3 real x 2 rupiah x 5.  Rp. 30.000,-  Pol dibayar pihak I
9)   Paminia Pamakaian   3 real x 2 rupiah x 5.     Rp. 30.000,-  Pol dibayar pihak I
10)         Pilangkahan  3 real x 2 rupiah x 5.  Rp. 30.000,- Persyaratan ini berlaku apabila, seorang adik ingin menikah dan mendahului seorang kakaknya yang belum menikah, maka sang adik wajib membayar hukum adat ini.
11)         Pilah Anak    3 real x 2 rupiah x 5   Rp. 30.000,-  Tutup Uban Berupa Kain dibayar pihak I dan II.
12)          Administrasi Rp. 50.000,- ( ½ ) dibayar pihak I & II
·      Kepala  Desa                  Rp. 10.000
·      Mantir                            Rp. 10.000
·      Penghulu Adat               Rp. 10.000
·      Saksi 2 Orang                Rp. 10.000
·      Administrasi                  Rp. 10.000
v SURAT PERKAWINAN MENURUT ADAT DAYAK
Surat perkawinan menurut adat adalah bukti tertulis yang dikeluarkan oleh Damang Kepala Adat menjadi pegangan kedua belah pihak mempelai.
a.    Tujuan
1.    Menetapkan status
2.    Melindungi mereka dari prasangka buruk pihak ketiga
3.    Melindungi masing-masing dari hak dan kewajiban
4.    Menetapkan status anak dan melindungi hak-hak anak bila ada.
b.    Manfaat
1.    Bukti otentik tertulis telah memenuhi hukum adat setempat
2.    Mengikat orang lain tunduk kepada hukum adat Dayak Maanyan
3.    Mengatur hak dan kewajiban pembagian harta milik bersama
4.    Melindungi hak dalam menghadapi permasalahan yang berhadapan dengan hukum formal
5.    Tanda bukti status dalam masyarakat.
v SURAT PERJANJIAN PERKAWINAN MENURUT ADAT
Surat perjanjian Perkawinan menurut Adat adalah sebuah perjanjian tertulis yang isinya disepakati oleh kedua belah pihak calon mempelai dan orang tua calon mempelai disaksikan oleh saksi-saksi dan mantir adat serta diketahui oleh Damang. Di dalam surat tersebut dicantumkan pemenuhan huku adat yang menjadi tanggung jawab pihak calon mempelai laki-laki serta dicantumkan hak dan kewajiban masing-masing. Dicantumkan pula sanksi hukum bagi yang melakukan kesalahan serta dicantumkan pengaturan pembagian harta rupa tangan serta pembagiannya termasuk hak anak dan hak ahli waris dimana perkawinan itu tidak mendapat anak.

a.    Tujuan
1.    Bukti otentik perjanjian tertulis
2.    Acuan dalam penyelesaian masalah dikemudian hari
3.    Mengatur barang rupa tangan dan hak-hak
4.    Mengatur sanksi-sanksi
b.     Manfaat
1.    Bukti otentik tertulis yang harus ditaati oleh kedua belah pihak
2.    Memudahkan dalam penyelesaikan masalah oleh para pihak
3.    Untuk dokumentasi
v SURAT KETERANGAN PERCERAIAN SECARA ADAT
a.    Dasar.
Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor: 16 tahun 2008 BAB V pasal 8 huruf a, b, dan c serta pasal 9 ayat (1) huruf a, b dan c.
b.    Surat keterangan cerai.
1.    Surat keterangan perceraian yang sifatnya khusus karena menurut pertimbangan dilihat dari adat mereka tidak layak untuk meneruskan kehidupan berumah tangga dan mereka harus diceraikan (hal-hal khusus) hal ini mutlak sama dengan surat talak.
2.    Surat keterangan perceraian oleh karena permasalahan / sengketa dalam rumah tangga yang walaupun diupayakan upaya perdamaian namun tetap tidak dapat rujuk.
3.    Dalam hal ini Damang mengeluarkan surat keterangan perceraian dengan alasan-alasan, berfungsi sebagai rujukan untuk mendapatkan keputusan perceraian dari pengadilan (UU No. 1 tahun 1974).
c.    Manfaat / kegunaan
1.    Menetapkan status hak masing-masing pihak dan menetapkan hak dan status anak.
2.    Memudahkan pihak lain untuk kepentingan-kepentingan tertentu.
3.    Sebagai acuan atau rujukan bagi pengadilan.

C.  SISTEM ORGANISASI SOSIAL SUKU DAYAK MAANYAN
Salah satu suku minoritas yang berjuang untuk mendapatkan pengakuan pada sekitar tahun 80an adalah suku yang mendiami bagian selatan pulau Kalimantan. Secara tradisional, sebagian besar etnik group yang mendiami wilayah pulau yang luas ini disebut orang luar sebagai suku Dayak. Suku Dayak terdiri dari beberapa kelompok antara lain Dayak Ngaju, Maanyan, dan Lawangan. Meskipun secara tradisi mereka tinggal di rumah panjang yang bisa melindungi mereka dari perbudakan dan serangan dari desa lain, masyarakat di daerah ini tidak bermasyarakat dalam pengertian yang luas. Mereka mempunyai hubungan bilateral sesama anggota, dan unit terkecil dalam hal kepemilikan dan organisasi sosial adalah anggota inti keluarga itu sendiri. Dari sisi kepercayaan, mereka rata-rata pemeluk Protestan atau Kaharingan, yaitu suatu aliran kepercayaan suku asli yang dinilai oleh pemerintah sebagai agama Hindu. Suku Dayak hidup dari pertanian. Mereka memiliki upacara kematian di mana tulang-tulang digali kembali untuk penguburan yang kedua.
Sebagian besar anggota masyarakat di wilayah Kalimantan tengah menganut kepercayaan Kaharingan. Melalui kepercayaan inilah, masyarakat Dayak yang tersebar di beberapa wilayah terpencil bergabung dalam suatu komunitas dan pada saat melaksanakan ritual keagamaan, orang-orang ini membentuk suatu kelompok. Mereka tidak mempunyai seorang pemimpin maupun tata cara ritual yang tetap. Upacara khusus bisa saja diadakan di rumah orang yang menponsori acara ini. Saman atau balian adalah sosok utama dalam pelaksanaan ritual-ritual tersebut. Karena praktek pengobatan sering muncul sebagai akibat dari gangguan jiwa yang menyebabkan berbagai penyakit, maka ajaran agama ini lebih terfokus pada aktivitas raga. Mereka percaya penyakit datang karena telah menyinggung salah satu roh / spirit dari beberapa spirit yang menghuni tanah dan ladang, biasanya karena kesalahan dalam memberikan persembahan pada mereka. Tujuan dari balian adalah memanggil kembali jiwa yang tergoncang dan mengembalikan kesehatan dari anggota komunitas melalui ritual ratapan dan tarian.
Pengakuan terhadap legitimasi Kaharingan sebagai sebuah agama telah lama menjadi sejarah pemicu dari gerakan pro-otonomi. Dengan kenyataan bahwa wilayah pesisir bagian selatan Kalimantan sudah lama didominasi baik secara politik maupun kependudukan oleh mayoritas suku Banjar yang beragama Islam,  pemeluk Kristen dan Kaharingan meminta kepada pemerintah Indonesia supaya wilayah Kalimantan Tengah diakui sebagai wilayah suku Dayak pada tahun 1953. Ketika permintaan ini ditolak, meletuslah pemberontakan pada tahun 1956 yang mengawali terbentuknya propinsi baru Kalimantan Tengah pada bulan Mei tahun 1957.
Kudeta pada tahun 1965 membuktikan masih lemahnya Indonesia pasca kemerdekaan. Di saat kesatuan negara berada di ujung tanduk, agama dan kepercayaan suku asli dianggap sebagai ancaman dan dicap sebagai Atheis bahkan Komunis. Terperangkap dalam situasi yang semakin tidak menguntungkan, suku Dayak bahkan dituduh sebagai orang tidak mempunyai agama yang menyebabkan mereka menjadi korban kecurigaan gerakan anti komunis di akhir tahun 60an. Tetapi pada awal tahun 1970 mulai diadakan negoisasi antara Kalimantan Tengah dengan pemerintah pusat untuk mendapatkan pengakuan terhadap agama / kepercayaan asli masyarakat di propinsi tersebut. Proses ini akhirnya memberikan pengakuan secara resmi yang menyatakan bahwa Kaharingan adalah sebuah agama. Organisasi suku Dayak Maanyan adalah "Dusmala" yang menggabungkan 3 suku Dayak yang serumpun yaitu Dusun, Maanyan dan Lawangan.


BAB 3
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Sistem kekarabatan pada masyarakat Suku Dayak Maanyan sebenarnya sama dengan Suku Dayak, yaitu bersifat bilateral atau parental. Anak laki-laki maupun perempuan mendapat perlakuan yang sama, begitu juga dalam pembagian warisan pada dasarnya juga tidak ada perbedaan, artinya tidak selamanya anak-laki mendapat lebih banyak dari anak perempuan, kecuali yang tetap tinggal dan memelihara orang tua hingga meninggal, maka mendapat bagian yang lebih bahkan kadang seluruhnya. Demikian juga tempat tinggal setelah menikah, orang Dayak lebih bersifat bebas memilih dan tidak terikat. Sistem perkawinan pada dasarnya menganut sistem perkawinan eleotherogami dan tidak mengenal larangan atau keharusan sebagaimana pada sistem endogami atau eksogami, kecuali karena hubungan darah terdekat baik dalam keturunan garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketujuh. Sedangkan untuk sistem organisasi sosial pada dasarnya didasarkan pada sistem kekerabatan.

B.  Saran
Negara Indonesia dengan keanekaragaman suku dan budayanya menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang memiliki kekayaan adat istiadat dan budaya yang patut dibanggakan. Suku Dayak merupakan suku bangsa yang mempunyai beberapa sub-sukubangsa dengan adat istiadat dan budaya yang berlimpah dimasing-masing sub-sukubangsanya. Kebudayaan inilah yang harus menjadi perhatian kita sebagai generasi penerus bangsa agar budaya maupun adat istiadat ini dapat terus terjaga keasliannya dan tetap berlangsung keberadaannya di jaman modern seperti sekarang.


DAFTAR PUSTAKA



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar